Menentukan
Rumusan Masalah dalam Penelitian
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Metodologi Penelitian
Dosen Pengampu : Kurnia Muhajarah, M.S.I
Disusun
Oleh ;
Nurul Eka Wahyu H. (1501046028)
Ahmad Dini Faiza R. (1501046029)
Yessi Anggraeni N. (1501046030)
PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
2016
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sebuah
penelitian yangakandilakukan pada dasarnya harus berangkat dari masalah.
Walaupun diakui bahwa memilih masalah penelitian merupakan hal yang paling
sulit dalam proses penelitian. Jika sudah menemukan masalah yang benar-benar
masalah dalam lapangan selanjutnya dijadikan topik penelitian atau sebagai
unsur-unsur variable dan konsep penelitian.
Pada
dasarnya dalam perjalanan hidup dan kehidupan manusia selalu menghadapi
berbagai masalah, baik masalah yang disengaja maupun yang tak disengaja. Dan
jarang sekali seseorang dalam sehari-harinya tidak menjumpai masalah entah itu
besar ataupun kecil.[1]Bahkan
terkadang manusia tidak bisa menyelesaikan masalah tersebut. Oleh karena itu,
manusia perlu belajar dari pengalaman yang sudah berlalu karena biasanya orang
yang memetik hikmah dari sebuah pengalaman akan cenderung lebih bisa membongkar
masalah.
B.
Rumusan Masalah
a. Apakah
yang dimaksud dengan masalah?
b. Bagaimana
memilih masalah yang layak untuk diteliti?
c. Bagaimanakah
cara merumuskan masalah?
BAB
II
PEMBAHASAN
a. Pengertian
Masalah
Ketika
seseorang ingin mengetahui sebuah fenomena atau hal yang terjadi dalam
masyarakat, seseorang tersebut harus melakukan penelitian. Hal yang dilakukan
pertama adalah merumuskan masalah yang akan ditelitinya. Masalah disini artinya
adalah setiap kesulitan yang menggerakan jiwa manusia untuk segera
diselesaikan. Masalah penelitian harus dapat dirasakan sebagai rintangan yang
mesti dilalui apabila ia akan berjalan terus.
Masalah
adalah suatu kendala atau persoalan yang harus dipecahkan dengan kata lain
masalah merupakan kesenjangan antara kenyataan dengan suatu yang diharapkan
dengan baik agar tercapai tujuan dengan hasil yang maksimal.[2]
Fisher dan kawan kawan (1983) mendefinisikan masalah sebagai:
1. Suatu
kesulitan yang dirasakan oleh seseorang,
2. Suatu
perasaan yang tidak menyenangkan seseorang atas fenomena yang terjadi,
3. Suatu
ketidaksesuaian atau penyimpangan yang dirasakan atas ‘apa yang seharusnya’ dan
‘apa yang ada atau terjadi’.[3]
Oleh
karena itu, masalah merupakan salah satu alasan untuk melakukan suatu
penelitian, untuk memecahkan atau memberikan jawaban dan paling tidak memperkecil
kesenjangan tersebut. Masalah dapat juga
dikatakan sebagai suatu pertanyaan yang belum diketahui jawabannya. Sebaliknya,
masalah atau pertanyaan-pertanyaan yang sudah diketahui jawabannya tidak bisa
dikatakan lagi sebagai masalah dalam penelitian.
Tujuan
pokok dari suatu penelitian bersifat ilmiah dengan menjelaskan gejala-gejala
sosial yang ada dalam suatu masyarakat. Ketika akan melakukan suatu penelitian
tentunya harus ada perhatian yang menjadi focus penelitian. Maka dari itu ruang
lingkup dari suatu yang hendak diteliti harus dibatasi. Hal ini merupakan usaha
untuk menetapkan batas-batas yang jelas dan kemungkinan memberikan orang lain
untuk mengidentifikasi hal mana yang termasuk ruang lingkup penelitian dan mana
yang tidak.[4]
Untuk
menentukan permasalahan penelitian bukanlah suatu pekerjaan yang mudah oleh
karena itu, biasanya muncul pertanyaan bagi orang yang hendak meneliti, yaitu
“bagaimana dapat menemukan atau menentukan permasalahan penelitian” dan
bagaimana harus memulainya, serta bagaimana harus menulis permasalahan
penelitian.
Masalah
dibagi menjadi dua . Pertama masalah
privat, merupakan masalah yang dapat diatasi tanpa memengaruhi atau melibatkan
pemerintah dalam penyelesaiannya, Masalah pribadi tidak dapat dijadikan dasar
untuk melakukan penelitian. Yang dapat dijadikan dasar adalah masalah-masalah
yang berhubungan dengan kepentingan public. Kedua
masalah public, yaitu masalah yang diselesaikan dengan kebijakan
pemerintah.
b. Memilih
Masalah yang Layak di Teliti
Dalam
berbagai penelitian, sering terjadi pemilihan masalah yang dikaji berdasarkan
pada area of interest dan pemihakan
normative dari peneliti yang bersangkutan. Dalam memilih dan merumuskan
masalah, faktor yang biasanya memengaruhi pilihan masalah dan pendekatan yang
dikembangkan seorang peneliti tak pelak adalah paradigma dan nilai yang dianut
peneliti yang bersangkutan.
Yang
dimaksud paradigma disini adalah suatu cara pandang yang digunakan oleh
seseorang atau sekelompok orang dalam memandang suatu gejala sosial tertentu,
sehingga berdasarkan pada paradigma tersebut orang atau sekelompok orang bisa
mengartikan gejala tersebut. Menurut Ritzer paradigma adalah pandangan yang
mendasar dari ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya
dipelajari oleh suatu cabang pengetahuan. Paradigma membantu merumuskan tentang
apayang harus dipelajari, persoalan-persoalan apa yang mestinya dijawab, bagaimana
seharusnya menjawabnya serta aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam
menginterpretasikan informasi yang dikumpulkan dalam rangka menjawab
persoalan-persoalan tersebut. Sedangkan yang dimaksud nilai dari peneliti
disini semacam keyakinan atau cara pandang peneliti yang bersangkutan terhadap
sebuah masalah. Menurut G Mc Cain dan E.M Segal, dalam meneliti suatu gejala,
seorang peneliti tidaklah melihat suatu gejala kemudian menginterpresasikan
gejala tersebut berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya, tetapi melihat
gejala yang telah diinterpretasikan berdasrkan pengetahuan dan pengalamannya.
Seorang peneliti yang berminat dan
menganut pendekatan structural konflik, misalnya, akan condong memilih topic
penelitian mengenai penderitaan dan jerat kemiskinan yang dialami rakyat atau
kaum marginal pada umumnya, demikian juga teori-teori atau pendekatan yang
dijadikan rujukan analisis. Sebaliknya, seorang peneliti yang percaya dan
banyak menekuni kebenaran pendekatan structural fungsional akan condong memilih
topic penelitian seperti masalah keserasian atau integarsi sosial,
fungsi-fungsi kemiskinan, dll.
Seorang peneliti yang memilih topic sesuai
dengan minat dan pemihaknya tentu akan lebih bergairah dalam melakukan kerja
penelitianya dan kemungkinan besar proses penelitiannya juga akan lebih lancar
karena ia sangat menguasai topic dan teori-teori yang berkaitan denagn topic
yang sedang dikaji. Akan tetapi, persoalannya kemudian apakah sebuah penelitian
yang benar hanya tergantung pada minat dan keberpihakan subjektif peneliti?
Dalam
memilih sebuah topic penelitian, seorang peneliti seyogianya tidak melakukannya
dengan manasuka semata-mata menuruti
selera subjektifnya atau sekedar mempertimbangkan aspek ilmiahnyasaja. Namun
lebih dari itu, topic penelitian yang dipilih haruslah memiliki nilai
penelitian. Maksud niali penelitian adalah masalah penelitian haruslah cukup
penting atau bahkan sangat mendesak untuk dikaji. Sebagimana dikemukakan Burce
Chadwilk (1991:3), menentukan masalah penelitian tidaklah didasarkan
semata-mata apakah proyek penelitian menarik atau tidak, melainkan haruslah
didasarkan pada pertimbangan apakah proyek itu cukup berarti untuk dikaji.
Berikut
akan beberapa petunjuk elementere yang
dijadikan patokan untuk menentukan apakah sebuah masalaah sosial itu layak
diteliti atau tidak.
Pertama,
masalah
yang hendak diteiliti benar-benar memiliki ‘’nilai’’ tersendiri, baik dari segi
kemutakhiran isu yang dipilih, spesifikasi masalah yang dikaji, kelangkaan
topic studi, maupun dari segi sumbangan teoritis dan pragmatisnya bagi
pembangunan. Dizaman Orde Baru, studi tentang PKI, misalnya, bukan saja langka,
tetapi juga sangat menentang, sehingga wajar apabila hasilnya kemungkinan besar
akan menjadi kontroversi dan bahkan menjadi sumbangan tersendiri yang menarik
kalangan akademik, politisi, maupun masyarakat awam.
Kedua, maslah
yang dirumuskan hendaknya up to date,
memiliki nilai keaslian, dan sejauh mungkin harus menghindari terjadinya
duplikasi topic penelitian. Seorang peneliti yang baik seyogianya tidak
mengulang-ulang masalah sosial yang telah sering diteliti oleh orang lain.
Kalupun terpaksa dilakukan, maka ia harus mencari sisi-sisi lain yang sekiranya
belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya. Oleh karena itu, seorang
peneliti yang baik dianjurkan selalu membaca terlebih dahulu hasil-hasil
penelitian orang lain, terutama berkaitan dengan topic yang akan diteliti.
Dengan cara ini, seorang peneliti akan mengetahui pertimbangan-pertimbangan
teoritis yang dapat diperbaiki, kontradiksi-kontradiksi teori yang dapat
dijelaskan, dan masalah yang masih perlu dikaji kembali serta masalah yang
tidak perlu.
Ketiga, masalah
yang dirumuskan hendaknya dapat diuji secara empiris melalui aktivitas
penelitian dilapangan. Sebuah masalah semenarik apapun tidak akan ada artinya
bila data metode yang diperlukan untuk menjawab pertannyaan yang diajukan tidak
ada atau sangat sulit digali. Peneltian mengenai kehidupan dan perilaku kaum
elit, terutama elit puncak. Dimanapun jumlahnya selalu jauh lebih sedikit
daripada penelitian mengenai kemiskian karena kaum elit dalam banyak hal memang
jauh lebih sulit didekati daripada kaum miskin.[5]
c. Merumuskan
Masalah Penelitian
Penelitian
yang akan dilakukan harus selalu berangkat dari masalah. Walaupun diakui bahwa
memilih masalah penelitian sering merupakan hal yang paling sulit dalam proses
penelitian. Bila dalam penelitian telah menemukan masalah yang betul-betul
masalah, sebenarnya 50% pekerjaan penelitian itu telah selesai.
Masalah
adalah keinkonsistensian antara teori dan realitas, misalnya teori yang
mengatakan bahwa ‘’orang beriman adalah bersaudara’’, pada kenyatannya tidak
sedikit orang yng beriman berkelahi, bertikai, dan saling membunuh. Berarti ada
masalah sehingga diperlukan penelitian.
Sebagai
ilustrasi mengenai keadaan masyarakat modern dewasa ini, setiap hari Jum’at
melaksanakan kerja bakti membersishkan selokan dan pekarangan rumah, tetapi
tidak sorangpun yang meminta bayaran. Semua bekerja tanpa pamrih. Padahal,
terdapat pandangan bahwa masyarakat modern selalu melihat sesuatu dengan ukuran
materi, Artinya masyarakat yang materialistic dan serba pragmatis. Dengan kata
lain, masyarakat modern adalah masyarakat individualis dan asocial, tetapi
mengapa masyarakat modern di perkotaan dengan tanpa pamrih melaksanakan kerja
bakti pada hari Jum’at ?hal itu dapat dijadikan masalah penelitian, tetapi
bukan pada masyarakatnya, melainkan pada asumsi bahwa masyarakat modern sebagai
masyarakat yang individualistic, materialistic, dan pragmatis.
Dengan
ilustrasi ini, tergambar mengenai makna ‘’masalah’’ dan pengertiannya. Jika
terdapat teori yang bertentangan dengan kenyataan, hal itu dapat dipandang
sebagai masalah. Demikian pula, apabila ada anggapan, pandangan, dan kesimpulan
mengenai hal tertentu yang bersebrangan dengan fakta-fakta dilapangan, hal itu
dapat dikatakan sebagai masalah.
Masalah
juga dapat di gali dari suatu pemikiran yang ‘’kurang logis’’ atau yang
bertentangan dengan pandangan umum. Misalnya, tentang perlunya sanksi pidana
bagi pelaku nikah siri. Pernikahannya menurut hukum Islam sudah sah, yakni
menurut ajaran agama yang bersumber dari wahyu yang sacral, tetapi manakala
orang yang menikah siri dapat dipidana, nikah sirinya menjadi penyebab celakanya
kedua mempelai. Jadi, terdapat ajaran agama yang ditaati yang mengakibatkan
kesengsaraan. Jelas hal demikian merupakan masalah yang dapat diteliti. Dengan
demikian, arti sebuah masalah dalam penelitian adalah sebagai berikut;
a. Terdapat
penyimpangan antara pengalaman dan kenyataaan.
b. Terdapat
penyimpangan antara perencanaan dengan pelaksanaan, suatu rencana yang telah
ditetapkan, tetapi hasilnya tidak sesuai dengan tujuan.
c. Ada
pengaduan, yakni keluhan seseorang mengenai perihal tertentu, misalnya
pengaduan mengenai pelayanan diperusahaan tertentu.
d. Adanya
kompetisi, yaitu adanya persaingan antar pegawai atau perusahhaan, dan
sebagainya.
Ada tiga langkah yang
harus dilakukan, yaitu;
1. Banyak
bertannya kepada pembimbing akademik atau konsultasi masalah-masalah yang
sesuai dengan jurusannya.
2. Banyak
membaca sekripsi, tesis, dan desertasi atau jenis penelitian lainya sehingga
ditemukan makna sesungguhnya dari masalah penelitian.
3. Jangan
takut mencoba mengajukan usulan penelitian untuk diseminarkan.
Banyak
cara untuk memperoleh masalah yang akan diajukan untuk kegiatan penelitian.
Cara-cara untuk memperoleh masalah adalah sebagai berikut.
1. Memperbanyak
interaksi dalam pergaulan sosialnya. Dalam kehidupan sosial, setiap hari akan
ditemukan masalah, baik masalah sosial, politik, ekonomi, hukum, agama, kebudayaan,
maupun maslah pemikiran, dan sebagainya.
2. Memperbanyak
dialog dengan para ilmuwan, agamawan, ulama, dan sebagainya, yang dikaitkan
dengan berbagai masalah keagamaan, sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya.
3. Memperbanyak
membaca buku diperpustakaan atau dimana saja yang sekiranya memperoleh
informasi yang berkaitan dengan kepentingan intelektual dan keilmuan yang
sedang dikajinya.
Dengan tiga hal diatas, masalah dapat
diperoleh dari hasil pergaulan, hasil bacaan, dan hasil diskusi atau dialog, menghadiri
berbagai kegiatan ilmiah, seperti seminar, diskusi panel, studi komperatif, dan
sebagainnya.[6]
There are many collecting the data for
example overview, ways of categorizing research, validity, quantitative and
qualitative approaches. Probably the most common way of classifying research
studies is by categorising them as using either quantitative or qualitative
approaches. Quantitative is broadly used to describe what can be counted or
measured and can therefore be considered “objective”. Qualitative is used to
describe data which are not amenable to being counted or measured in an
nobjective way, and are therefore “subjective”[7]
Menurut
Cik Hasan Bisri[8]
, kriteria masalah yang harus dipecahkan oleh peneliti adalah sebagai berikut.
1. Masalah
penelitian berada dalam cakupan wilayah penelitian salah satu bidang ilmu yang
di kuasainya. Dengan pendekatan lain, masalah penelitian yang dipilih sesuai
dengan kompetensi keahlian peneliti yang bersangkutan. Penguasaan bidang ilmu
itu bertolak dari pengalamannya sebagai pengajar misalnya (jika guru atau
dosen) dan pengalaman penelitian yang bersangkutan. Hal ini menunjukkan asas
keahlian.
2. Masalah
penelitian itu menarik dan diminati oleh peneliti yang bersangkutan. Dengan
kata lain, peneliti memiliki motivasi untuk melakukan penelitian dan sebagian
bidang keahliannya. Suatu gejala yang menjadi cikal bakal masalah penelitian
hanya muncul dari dorongan hati dan perhatian peneliti: bukan dropping dari orang lain, kecuali yang
ditawarkan oleh spongsor. Hal itu mencerminkan asas kepedulian.
3. Sumber
data yang berhubungan dengan masalah itu tersedia dan dapat diperoleh, baik
berupa bahan bacaan di perpustakaan maupun berupa informasi dan pendapat dari
para narasumber di lapangan. Berkenaan dengan hal itu, peneliti dituntut untuk
memperkirakan dan menjajagi sumber data yang akan digali agar informasi yang
akan dicari dapat diperoleh, tidak terjebak pada berbagai kesulitan.
Seluruh kriteria masalah penelitian di
atas bersifat kumulatif .apabila salah satu criteria tidak terpenuhi, ia tidak
memenuhi syarat sebagai masalah penelitian. Oleh karena itu, peneliti dituntut
untuk memahami dan mencermati sesuatu yang dipandang sebagai masalah
penelitian.[9]
Cara merumuskan masalah penelitian yang
baik adalah sebagai berikut.
1. Masalah
harus dicarikan jawabannya melalui sumber yang jelas tidak banyak menghabiskan
dana, tenaga, dan waktu.
2. Masalah
harus jelas, yaitu semua orang memberikan presepsi yang sama terhadap masalah tersebut.
3. Masalah
harus signifikan, artinya jawaban atas masalah itu harus memberikan konstribusi
terhadap pengembangan ilmu dan pemecahan masalah kehidupan manusia.
4. Masalah
bersifat etis, yaitu tidak berkenaan dengan hal-hal yang bersifat etika, moral,
nilai-nilai keyakinan, dan agama. Mungkin tidak etis melakukan penelitian yang
berkenaan dengan agama, suku, atau keyakinan adat istiadat dari kelompok
masyarakat tertentu.
5. Menyatakan
hubungan antara dua variable atau lebih, dinyatakan dalam bentuk kalimat tanya,
atau alternative yang secara implisit mengandung pertanyaan.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masalah adalah suatu kendala atau
persoalan yang harus dipecahkan dengan kata lain masalah merupakan kesenjangan
antara kenyataan dengan suatu yang diharapkan dengan baik agar tercapai tujuan
dengan hasil yang maksimal.
Masalah yang layak untuk diteliti
benar-benar memiliki ‘’nilai’’ tersendiri, baik dari segi kemutakhiran isu yang
dipilih, spesifikasi masalah yang dikaji, kelangkaan topic studi, maupun dari
segi sumbangan teoritis dan pragmatisnya bagi pembangunan. Maslah yang
dirumuskan hendaknya up to date,
memiliki nilai keaslian, dan sejauh mungkin harus menghindari terjadinya duplikasi
topic penelitian. Seorang peneliti yang baik seyogianya tidak mengulang-ulang
masalah sosial yang telah sering diteliti oleh orang lain. Kalupun terpaksa
dilakukan, maka ia harus mencari sisi-sisi lain yang sekiranya belum pernah
diteliti oleh peneliti sebelumnya. masalah yang dirumuskan hendaknya dapat
diuji secara empiris melalui aktivitas penelitian dilapangan. Sebuah masalah
semenarik apapun tidak akan ada artinya bila data metode yang diperlukan untuk
menjawab pertannyaan yang diajukan tidak ada atau sangat sulit digali.
Masalah dapat diperoleh dari hasil
pergaulan, hasil bacaan, dan hasil diskusi atau dialog, menghadiri berbagai
kegiatan ilmiah, seperti seminar, diskusi panel, studi komperatif, dan
sebagainnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Pasolong,Harbani.
2013.Metode Penelitian Administrasi
Publik, Bandung :Alfabeta.
Adi,Rianto.
2004.Metodologi Penelitian Sosial dan
Hukum, Jakarta : Granit.
Kuswana,Dadang.2011.Metode Penelitian Sosial, Bandung,
Pustaka Setia, 2011.
Hasan
Bisri,Cik. 1999. Masalah, Tujuan Penelitian
dan Kerangka Berpikir, Puslit IAIN SGD
Bandung.
Suyanto,Bagong.
2001.Metode Penelitian Sosial, Surabaya:
Kencana Prenada Media Group.
Wallace, Micle J. 1998.Action Research for Language Teachers, Cambridge:
Cambridge
[1]
Harbani Pasolong, Metode Penelitian
Administrasi Publik, Bandung : Alfabeta, 2013, hlm. 1
[2]Ibid hlm 3.
[3]
Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial
dan Hukum, Jakarta : Granit, 2004, hlm 15.
[4]
Ibid, hlm 4
[5]
Bagong Suyanto, Metode Penelitian Sosial, Surabaya:
Kencana Prenada Media Group, 2001, hlm 25-27.
[6]
Dadang Kuswana, Metode Penelitian Sosial,
Bandung, Pustaka Setia, 2011, hlm 101-103.
[7]
Micle J. Wallace, Action Research for
Language Teachers, Cambridge: Cambridge University Press, 1998, page 38.
[8]
Cik Hasan Bisri, Masalah, Tujuan
Penelitian dan Kerangka Berpikir, Puslit IAIN SGD Bandung, 1999, hlm 7.
[9]Ibid.
0 comments:
Post a Comment