Thursday, 4 February 2016

INTEGRASI SAINS MENURUT ISMAIL RAJI AL FARUQI


Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Falsafah Ilmu Kesatuan
Dosen Pengampu: Dr. Ilyas Supena M.Ag

Disusun oleh:
1.      Fahrur Rozi                       (1501046026)
2.      Siti Alfy                            (1501046027)
3.      Nurul Eka Wahyu H         (1501046028)

PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
                                                                          2015          


I.       PENDAHULUAN
Gerakan Islamisasi Ilmu Pengetahuan dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa peradaban modern ini berada dalam kondisi krisis. Penyebab terjadinya krisis tersebut antara lain tersisihkannya dimensi ilahiah dalam kehidupan manusia seperti krisis lingkungan sebagai akibat pengurasan dan pengrusakan sumber daya alam.
Peradaban modern tidak dapat dipisahkan dari ilmu pengetahuan modern, karena ilmu pengetahuan modern merupakan salah satu tiang penyangga utamanya. Gregory Bateson menyatakan bahwa munculnya berbagai macam bencana adalah akibat kesalahan-kesalahan epistemologi Barat. Melihat kenyataan seperti itu, dewasa ini banyak pemikir, baik di kalangan pemikir Barat sendiri maupun di kalangan pemikir Muslim, yang merasa sangat berkepentingan untuk mengkaji ulang secara kritis terhadap ilmu pengetahuan modern, terutama dengan landasan epistemologinya, dan berusaha untuk menemukan paradigma ilmu pengetahuan alternative yang diharapkan dapat lebih membahagiakan umat manusia. Di kalangan intelektual Muslim usaha itu dikenal dengan Islamisasi Ilmu Pengetahuan.
Dalam gerakan Islamisasi ilmu pengetahuan ini kita dapat menyebut tokoh-tokoh yang utama seperti Seyyed Hosein Nasr, Mohammad Naquib al-Atas, dan tentunya Ismail Raji al-Faruqi. Dalam makalah ini kita akan mengetahui siapakah ismail al-Faruqi dan bagaimana pemikirannya tentang Islamisasi Ilmu Pengetahuan.
II.       RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah yang dimaksud dengan integrasi sains?
2.      Bagaimanakah kehidupan, karya Ismail Raji al-Faruqi?
3.      Bagaimanakah pemikiran al-Faruqi tentang Islamisasi Ilmu Pengetahuan?
III.    PEMBAHASAN
A.    Biografi Ismail Raji Al-Faruqi
Ismail Raji al-Faruqi dilahirkan di Jaffa, Palestina, pada 1 Janurari 1921. Faruqi mengenyam pendidikan yang menjadikannya menguasai tiga bahasa, yakni Arab, Perancis dan Inggris. Faruqi belajar di sekolah masjid, sekolah Katolik Perancis, College de Freres (St. Joseph) di Palestina, dan memperoleh gelar sarjana muda di Universitas Amerika di Beirut pada tahun 1941.
Setelah menyelesaikan pendidikan hingga mencapai gelar sarjana muda, al-Faruqi kemudian bekerja sebagai pegawai pemerintah Palestina di bawah mandate Inggris selama empat tahun. Karena prestasinya yang baik, kemudian ia diangkat menjadi Gubernur propinsi Galilee pada 1945. Pada tahun 1947 propinsi ini direbut Israel. Dengan demikian , al-Faruqi merupakan gubernur terakhir di Galilee. Kemudian pada tahun 1948 al-Faruqi meninggalkan Palestina setelah pembentukan negara Israel dan hijrah ke Amerika.
Di Amerika al-Faruqi melanjutkan studinya di Indiana University hingga meraih gelar master dalam bidang filsafat. Al-Faruqi juga memperoleh gelar Master dari bidang yang sama dari Harvard University dengan tesis yang berjudul On Justifying the Good: Metaphysics and Epistemology of Value (Pembenaran tentang Kebaikan: Metafisika dan Epistemologi Nilai). Sedangkan gelar doktornya diperoleh dari Indiana University pada tahun 1952 dalam bidang filsafat. Al-Faruqi juga sempat mendalami kajian Islam di University Al-Azhar, Kairo, Mesir, selama empat tahun, yakni pada tahun 1954-1958.
Selama karir akademiknya, al-Faruqi telah melakukan kegiatan akademik, baik mengajar maupun melakukan penelitian pada pusat pusat utama ilmu di Barat dan Islam. Ia pernah menjadi guru besar tamu studi Islam di Institute of Islamic Studies (Institut Studi-Studi Islam) dan Faculty of Difinity (Fakultas Teologi), McGill University, Kanada pada tahun 1959-1961. Pada tahun 1961-1963, ia menjadi profesor Studi-Studi Islam di Institut Pusat Riset Islam, di Karachi, Pakistan.


B.     Pengertian Integrasi Sains
Secara etimologis, integrasi merupakan kata serapan dari bahasa Inggris yaitu integrate, integration yang kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi integrasi yang berarti menyatu padukan, penggabungan, atau penyatuan menjadi satu kesatuan yang utuh. Secara terminologis, integrasi ilmu adalah pemaduan antara ilmu-ilmu yang terpisah menjadi satu kepaduan ilmu, dalam hal ini adalah penyatuan antara ilmu-ilmu yang bercorak agama dengan ilmu-ilmu yang bersifat umum.
Integrasi sains muncul dimulai sejak abad ke 9. Lembaga pendidikan Islam telah memberikan materi-materi ilmu keagamaan seperti tafsir, fiqh, hadis dan juga memberikan berbagai disiplin ilmu modern yang diadopsi dari daerah Barat. Inilah yang dimaksud integrasi antara ilmu dan agama.
Islamisasi ilmu pengetahuan menurut al-Faruqi diartikan sebagai upaya pengintegrasian ilmu modern dengan khasanah warisan Islam. Dengan demikian umat Islam harus membagi dan mengklasifikasikan disiplin ilmu-ilmu modern yang sesuai dengan pandangan dunia dan nilai nilai Islam.[1]

C.    Integrasi Sains Menurut Ismail Raji Al-Faruqi
Menurut al-Faruqi, akibat dari paradigm yang sekuler, sains modern terpisah dari nilai nilai tauhid: suatu prinsip global yang mencakup lima kesatuan, yaitu kesatuan Tuhan, kesatuan alam, kesatuan kebenaran, kesatuan hidup, dan kesatuan umat manusia. Jelasnya, sains modern telah lepas dari nilai-nilai teologis.[2]
Terpisahnya sains modern ini memberikan dampak negatif. Pertama, dalam aplikasinya, sains modern melihat alam beserta hokum dan polanya, termasuk manusia sendiri, hanya sebagai sesuatu yang bersifat material dan incidental yang eksis tanpa intervensi Tuhan. Kedua, secara metodologis, sains modern ini menjadi sulit diterapkan untuk memahami realitas sosial masyarakat Muslim yang mempunyai pandangan hidup berbeda dari Barat.[3]









BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan tulisan diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:













[1]
[2] Pardoyo, Sekularisasi dalam Polemik Sekapur Sirih Nurcholis Madjid (Jakarta: Teprit. 1993), hlm 63.
[3] Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Jambatan, 1992), hlm 242-243.

0 comments:

Post a Comment